Halaman

14/10/13

Hormon Kebahagiaan



 Dicuplik dari buku “The Miracle of Endorphin”, tulisan Dr. Shigeo Haruyama,
Spesialis Bedah Saluran Pencernaan di Jepang…Semoga bermanfaat.
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya
adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin.
Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu
merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia
bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)Wa Allahu
a'lam.
Konon, di dunia pengobatan Timur dahulu, jika seseorang yang sakit
mendatangi tabib/dokter, maka tabib/dokter harus membungkukkan diri di depan
pasien dan meminta maaf. Alasannya, dokter hendaknya bertanggung jawab
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Mungkin hal ini terasa aneh, namun
sejatinya memiliki arti yang sangat mendalam, bagaimana tidak, seorang
penyembuh atau seorang dokter seharusnya memiliki tugas untuk membuat
orang-orang menjadi sehat dan mencegah mereka menjadi sakit, bukannya malah
menjadi pahlawan kesiangan yang mengobati setelah penyakit timbul.
Sebenarnya, tubuh manusia memiliki fungsi pertahanan yang dapat melindungi
dari segala jenis penyakit.
Jika mekanisme ini berjalan dengan semestinya, keluhan-keluhan seperti
kanker, kardiovaskular, kerusakan pada jaringan pembuluh otak, yang saat ini
banyak terjadi, akan jauh berkurang. Dengan kata lain, kita bisa tetap sehat
tanpa harus mengonsumsi obat-obatan atau produk buatan lainnya jika kita
menjaga pola makan sekaligus mengatur sekresi hormon dan sistem kekebalan
tubuh.
Di dalam otak manusia, dilepaskan senyawa-senyawa yang mirip dengan morfin.
Di samping memiliki efek menenangkan dan dapat meningkatkan suasana hati,
kerja farmaseutikal senyawa-senyawa ini juga luar biasa, antara lain membatu
memperlambat proses penuaan dan memperkuat penyembuhan diri sendiri.
Dr. Shigeo Haruyama, dalam bukunya “
The Miracle of Endorphin”, secara lugas menyebut senyawa-senyawa itu sebagai
Hormon Kebahagiaan. Tubuh manusia memproduksi hingga 20 hormon kebahagiaan.
Dari ke-20 hormon kebahagiaan itu, Beta-Endorfin lah yang paling kuat
efeknya. Kata “ Endorfin” sebenarnya merupakan singkatan dari Endogenous
Morphin, yang artinya kurang lebih morfin yang diproduksi di dalam tubuh.
Jika hormon kebahagiaan dilepaskan dalam jumlah cukup, efeknya tidak hanya
pada otak, tetapi sampai ke seluruh tubuh, dan semua berguna. Keberadaan
senyawa ini memang sudah lama dikenal, namun orang tidak terlalu
memperhatikannya karena diyakini bahwa selain efek analgesik, tidak ada
keistimewaan lain yang dimilikinya. Belakangan, terjadi lompatan besar
penelitian dan diakuilah bahwa hormon kebahagiaan menyimpan potensi khasiat
luar biasa.
Jika seseorang marah dan merasa sangat tertekan, otaknya mengeluarkan
Noradrenalin, hormon yang sangat beracun. Di antara racun alami, hormon ini
menempati urutan kedua setelah bisa ular. Tentu saja zat ini sangat sedikit
diproduksi otak. Namun, jika orang yang bersangkutan terus-menerus marah dan
tertekan, racun ini akan membuatnya sakit, lebih cepat tua, dan bahkan bisa
berakibat fatal. Tidak berlebihan jika dikatakan Noradrenalin berperan dalam
setiap penyakit.
Di sisi lain, ada pula hormon yang disebut Beta-Endorfin, yang merupakan
hormon paling berkhasiat di antara hormon kebahagiaan. Ada korelasi antara
kedua jenis hormon ini. Jika seseorang mendapat penolakan atau merasa
tertekan, di dalam otaknya dilepaskanlah hormon noradrenalin yang bersifat
racun. Sebaliknya, jika untuk situasi yang sama dia mendapat mendapat
jawaban “itu bagus” atau bersikap positif, hormon beta-endorfin yang akan
mengalir.
Jika kita mengalami sesuatu yang menyakitkan dan tak menyenangkan, lalu
memberikan reaksi penolakan, noradrenalin yang akan dibebaskan. Namun, jika
kita belajar sabar dan berusaha mengatasi tahap hidup yang tersulit
sekalipun, hormon kebahagiaan yang akan mengalir.
Kita semua hidup dalam masyarakat yang sarat tekanan/stres. Dan ketika kita
teramat stres, munculah hormon beracun sebagaimana yang dibicarakan
sebelumnya. Jika hormon ini diproduksi dalam jumlah tepat, ia menjalankan
fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun dalam jumlah besar, ia dapat
mempersempit aliran darah ke jantung.Penyempitan pembuluh meningkatkan
tekanan darah, dan ini akan dengan mudah membuat pembuluh darah menjadi
tersumbat. Jika vena besar di otak tersumbat, maka terjadilah stroke. Hormon
kebahagiaan membantu mengembalikan kondisi pembuluh darah menjadi normal
seperti semula dan menjaga agar darah dapat mengalir dengan mudah dan bebas
hambatan.
Beta-endorfin penangkal stres akan terbentuk jika kita bereaksi dengan
pikiran positif. Sebaliknya, hormon itu tidak akan dibebaskan jika kita
bersikap negatif. Sebagai gantinya, muncul substansi lain, yaitu
noradrenalin dan adrenalin, yang tidak hanya beracun, tetapi juga memicu
pembentukan oksigen aktif (radikal bebas) yang seringkali dicurigai sebagai
pemicu penyakit2 degeneratif, kanker, dll.
Orang Jepang punya peribahasa, ”penyakit datang dari pikiran”. Seharusnya,
bukan ”
men sana in corpore sano”, tetapi dalam pikiran dan jiwa yang sehat lah,
akan lahir pula tubuh dan fisik yang sehat.
Menurut psikolog Abraham Harold Maslow (1908-1970), manusia memiliki 5
tingkat kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan dasar jasmani, spt makan, minum, tidur, hubungan suami-istri.
Kebutuhan dasar ini juga sesuai dengan gambaran otak reptilia.2. Pada
tingkat berikutnya, ada pula kebutuhan akan keamanan. Ketika perut kosong,
kita mencari sesuatu yang bisa dimakan. Dalam kondisi ekstrim, manusia
bahkan bisa mengabaikan rasa malu dan bahaya, untuk memenuhi kebutuhan dasar
itu. Namun, begitu kebutuhan tersebut tercapai, secara bertahap kita mulai
memikirkan keamanan diri sendiri.3. Ketika jenis kebutuhan pertama dan kedua
sudah dipuaskan, tingkat selanjutnya adalah kebutuhan hubungan sosial, yang
melibatkan kebutuhan individu untuk hidup dan diterima sebagai anggota suatu
kelompok, bermasyarakat. Dalam tingkat ini, termasuk pula kebutuhan untuk
mencintai/dicintai dan bekeluarga. Otak mamalia pada umumnya, memiliki
gambaran/struktur yang sama hingga tingkat kebutuhan yang ke-3 ini.4.
Kebutuhan kita berikutnya adalah pengakuan dari orang lain, yang biasanya
juga berkaitan dengan harga diri. Di dalamnya juga termasuk, antara lain,
rasa diri lebih hebat daripada orang lain. Di baliknya terdapat hasrat untuk
membuat diri bangga lewat hal-hal tersebut, dan harapan bahwa prestasinya
diakui orang lain. Medali, gelar, julukan, jabatan adalah perwujudan dari
hasrat ini.5. Tingkat kebutuhan yang terakhir dan tertinggi adalah
aktualisasi diri. Pada tingkat ini, seseorang tengah berusaha ”melupakan”
dirinya, namun semata-mata ingin memberi manfaat sebesar-besarnya bagi orang
lain. Dalam bahasa yang lain, tingkatan ini membimbing seseorang menuju
ranah ketuhanan (transenden).Fungsi dan kerja otak ternyata berkesuaian
dengan teori tingkat kebutuhan tersebut.
Perasaan bahagia yang ditimbulkan hormon kebahagiaan akan semakin kuat
dengan semakin tingginya tingkat kebutuhan seseorang. Orang yang mencapai
ranah lebih tinggi, biasanya jarang sakit dan memiliki kesempatan hidup yang
lebih baik. Penelitian terhadap hormon kebahagiaan membuktikan bahwa manusia
bisa awet muda dan bersemangat jika mereka menjalani hidup dengan benar dan
berjuang demi kesejahteraan sesama.Manusia memiliki mekanisme pengaturan
keseimbangan dalam sistem metabolisme-nya, yang dikenal sebagai ”
homeostatis”. Sebagai contoh, pori-pori kulit akan mengerut karena
kedinginan untuk menghindari hilangnya kehangatan tubuh. Saat kepanasan,
pori-pori membuka dan mengeluarkan keringat untuk mengerem kenaikan suhu
tubuh. Mekanisme homeostatis yang terdapat pada semua organisme ini juga
berfungsi pada hormon. Ketika noradrenalin atau adrenalin dilepaskan,
serotonin pasti ikut dibebaskan untuk menghambat pengaruh kedua hormon stres
tersebut. Reaksi ini dikenal sebagai ”
umban balik negatif atau
umpan balik penghambat”.
Tubuh manusia juga memiliki sebuah mekanisme yang bekerja seperti termostat
elektrik, untuk menghindari kemungkinan fungsi yang berlebihan.
Untuk mengerem pengaruh hormon kebahagiaan, terdapat senyawa pembawa pesan (
neurotransmiter) bernama
asam gama-aminobutirat (GABA). Ketika rasa lapar tidak dipenuhi, ia menjadi
kebutuhan yang memaksa. Namun, jika perut sudah terisi penuh dan memberi
manusia rasa senang (dan kenyang), maka senyawa GABA itu dapat membuat
makanan yang paling disukai pun tidak menarik minat lagi.
Namun, ada fenomena ganjil yang patut dicermati: mengapa senyawa ini tidak
memberi umpan balik negatif saat bagian otak yang paling berkembang yang
hanya ada pada manusia, yakni lobus frontal, mendapat rangsangan untuk
mengeluarkan hormon kebahagiaan? Bagaimana kita menjelaskan bahwa zat
pengerem yang biasanya otomatis dikeluarkan, justru tidak dibebaskan jika
bagian otak yang paling berkembang ini aktif?
Ketika kita berusaha dengan berlebihan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang
lebih rendah (tingkat 1 hingga tingkat 4), pemenuhannya menunjukan bahwa ada
efek samping yang muncul. Kelebihan makanan mengantarkan pada obesitas dan
penyakit gaya hidup. Berkembangnya fungsi umpan balik negatif boleh jadi
bertujuan untuk menekan kemunculan momok yang tidak diinginkan ini.
Namun, ketika kita memanfaatkan bagian otak yang tertinggi untuk
memperjuangkan kesejahteraan dunia dan umat manusia, berbuat baik untuk
sesama, jelas tidak ada yang dapat menghalanginya. Bukan hanya bebas
bekerja, otak juga mengeluarkan banyak hormon kebahagiaan yang membawa kita
pada kebahagiaan hakiki/puncak. Situasi ini terasa seperti kita sedang
menjalankan kehendak Sang Maha Pencipta. Maslow menamainya ”pengalaman
puncak”. Substansi otak kita dapat digambarkan sebagai keadaan saat sumber
beta-endorfin tidak ada habisnya diproduksi.Hormon kebahagiaan menunjukan
kepada kita bahwa inilah kunci kebahagiaan abadi dan tertinggi dalam hidup.
oleh
Dr. Shigeo Haruyama, dalam ”
The Miracle of Endorphin”, terbitan Mizan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar